Pilot Plant Upgraded Brown Coal (UBC) merupakan realisasi dari kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Pemerintah Jepang yang diwakili oleh Japan Coal Energy Centre (JCOAL).
Nota Kesepahaman (MoU) ditandatangani pada tanggal 19 Juli 2001 dan akan berakhir Maret 2005. Puslitbang tekMIRA ditunjuk sebagai unit yang mengimplementasikan pembangunan dan pengembangan pilot plant ini bekerja sama dengan Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan BPPT.
Pembangunan sarana dan prasarana Pilot Plant UBC telah dimulai sejak tahun 2002, sedangkan instalasi peralatan utama dan pendukung dimulai awal tahun 2003 dan selesai pada pertengahan September 2003. Uji coba (commissioning) proses Pilot Plant UBC telah dimulai sejak akhir September sampai pertengahan Desember 2003 dengan hasil yang memuaskan.
Teknologi UBC pada prinsipnya merupakan proses peningkatan nilai kalor batubara peringkat rendah melalui penurunan kadar air dalam batubara. Proses ini dilakukan dengan mencampurkan batubara, minyak residu dan minyak tanah, kemudian o dipanaskan pada temperatur 150°C dan tekanan 350 kPa. Besarnya biaya Peresmian Pilot Plant Upgraded Brown Coal (UBC) Palimanan, 19 Desember 2003 proses dan investasi UBC sangat tergantung dari kandungan air di dalam batubara asal. Semakin tinggi kandungan air di dalam batubara, semakin besar biaya proses dan investasi UBC yang diperlukan. Dalam jangka panjang, Pilot Plant UBC mempunyai fungsi untuk menguji batubara kualitas rendah pada berbagai parameter di dalam prosesnya, termasuk aspek keekonomian untuk pembangunan pabrik komersial pada tahap selanjutnya.
Peresmian
Pengoperasian penggunaan fasilitas Pilot Plant UBC telah diresmikan Peresmian oleh Kepala Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas nama Menteri ESDM pada tanggal 19 Desember 2003 di Palimanan, Cirebon. Dihadiri oleh kurang lebih 190 undangan dari berbagai instansi. Dengan diresmikannya pengoperasian pilot plant UBC, diharapkan optimalisasi proses dan perhitungan keekonomiannya segera dilakukan, agar pilot plant tersebut dapat segera berfungsi sebagai fasilatas untuk menguji batubara dari berbagai tempat, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian upaya merealisasikan pabrik UBC komersial dapat terlaksana.
Tujuan dibangunnya Pilot Plant UBC Palimanan adalah untuk menjadi pusat upgrading batubara peringkat rendah yang mandiri dan mampu melakukan pengujian upgrading batubara, baik dari dalam maupun luar negeri. Data hasil pengujian digunakan untuk merancang pabrik UBC komersial.
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) saat ini tengah menjalin hubungan kerjasama penelitian peningkatan kualitas batubara peringkat rendah di Indonesia skala pilot plant dengan Pemerintah Jepang. Pilot plant ini merupakan hibah dari Pemerintah Jepang berdasarkan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang ESDM dengan Japan Coal Energy Center (JCOAL), Jepang yang disepakati pada 19 Juli 2001 dan akan berlangsung sampai 31 Maret 2005. Dokumen implementasinya akan ditandatangani setiap tahun antara Kerjasama Penelitian dan Pengembangan tekMIRA dengan JCOAL. Dalam pelaksanaan proyek ini, tekMIRA bekerjasama dengan BPPT.
Pilot plant UBC dengan kapasitas 5 ton per hari ini dibangun di Palimanan Cirebon, Jawa Barat bersebelahan dengan pabrik percontohan briket biobatubara.
Deskripsi Pilot Plant UBC
Pilot plant UBC terdiri dari 5 (lima) unit utama, yaitu penyiapan batubara (coal preparation), penghilangan air (slurry dewatering), pemisahan batubara-minyak (coal oil separation), pengambilan kembali minyak (oil recovery) dan pembuatan briket (briquetting). Proses UBC ini dilakukan dengan mencampurkan batubara dan minyak residu kemudian dipanaskan pada temperatur 140°C dengan tekanan hanya 350 kPa. Penambahan minyak residu dimaksudkan untuk menjaga kestabilan kadar air bawaan batubara pasca proses.
Batubara produk proses UBC dapat berupa serbuk/bongkah yang kemudian dibuat briket atau dalam bentuk slurry (CWM). Pilot plant UBC dirancang khusus untuk menghasilkan produk batubara dengan nilai kalor mencapai 6000 s/d 6500 kkal/kg dari batubara peringkat rendah yang mempunyai nilai kalor 3500 - 4500 kkal/kg, melalui teknik pengurangan kandungan air total dari 25 - 45% menjadi <5%. Estimasi sementara untuk biaya proses adalah $ 5 - 7/ton produk dengan biaya investasi sekitar $ 100 juta untuk kapasitas pabrik komersial 5.000 ton per hari. Dengan berhasilnya penelitian pilot plant ini, diharapkan batubara peringkat rendah yang merupakan cadangan terbesar dimiliki Indonesia (± 70% dari total cadangan 38,8 milyar ton) dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga mempunyai sifat menyerupai batubara peringkat tinggi (bituminous), yaitu jenis batubara yang ideal untuk diekspor. Dengan kata lain proses UBC dapat menyiapkan batubara yang sesuai dengan spesifikasi pasar, sehingga industri pertambangan batubara di Indonesia dapat terus tumbuh memberikan kontribusinya sebagai pemasok energi dalam negeri dan untuk meningkatkan ekspor di masa mendatang.
Pengoperasian penggunaan fasilitas Pilot Plant UBC telah diresmikan Peresmian oleh Kepala Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas nama Menteri ESDM pada tanggal 19 Desember 2003 di Palimanan, Cirebon. Dihadiri oleh kurang lebih 190 undangan dari berbagai instansi. Dengan diresmikannya pengoperasian pilot plant UBC, diharapkan optimalisasi proses dan perhitungan keekonomiannya segera dilakukan, agar pilot plant tersebut dapat segera berfungsi sebagai fasilatas untuk menguji batubara dari berbagai tempat, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian upaya merealisasikan pabrik UBC komersial dapat terlaksana.
Tujuan dibangunnya Pilot Plant UBC Palimanan adalah untuk menjadi pusat upgrading batubara peringkat rendah yang mandiri dan mampu melakukan pengujian upgrading batubara, baik dari dalam maupun luar negeri. Data hasil pengujian digunakan untuk merancang pabrik UBC komersial.
Fungsi Pilot Plant UBC
- memastikan bahwa proses UBC secara teknis dapat digunakan untuk meningkatkan nilai kalor batubara peringkat rendah melalui kinerja proses dan evaluasi kualitas produk,
- memperkirakan biaya proses,
- mengevaluasi kelayakan, komersialisasi proses UBC,
- mendapatkan data engineering untuk mendisain pabrik UBC skala komersial.
Seperti kita ketahui bahwa batubara peringkat rendah (lignit) yang cadangannya cukup besar di Indonesia, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan karena kandungan airnya tinggi sehingga
- biaya angkut per kalorinya tinggi,
- efisiensi pembakaran rendah, dan
- memiliki sifat swabakar yang tinggi.
Akibatnya :
- jumlah batubara yang dibutuhkan akan lebih banyak,
- memerlukan ukuran boiler lebih besar untuk menghasilkan panas yang sama dengan batubara bituminous,
- menghasilkan emisi gas yang lebih besar untuk proses yang sama, dan
- membutuhkan stockpile yang besar bila digunakan untuk PLTU.
Untuk pemanfaatan batubara lignit diperlukan teknologi khusus agar dapat bersaing dengan batubara peringkat tinggi. Banyak teknologi yang telah diperkenalkan untuk pemanfaatan batubara lignit, antara lain PLTU mulut tambang dan pengurangan air (drying) agar menyerupai karakteristik batubara peringkat tinggi. Namun beberapa teknologi drying (upgrading) yang diperkenalkan masih belum sempurna, karena air yang keluar dari batubara kembali masuk ke dalam batubara tersebut melalui pori-pori.
Teknologi Upgraded Brown Coal (UBC) merupakan salah satu teknologi upgrading yang terbaik saat ini karena temperatur dan tekanan dalam proses rendah. Dalam proses ditambahkan minyak residu untuk melapisi partikel batubara sehingga air yang keluar dari pori-pori batubara tidak dapat kembali masuk ke dalam batubara tersebut.
Keunggulan
Proses UBC mempunyai keunggulan yaitu :
- temperatur dan tekanan proses cukup rendah,
- batubara yang dihasilkan cukup bersih karena minyak residu yang ditambahkan pada saat proses dipisahkan dan dapat digunakan kembali,
- polusi air buangan sangat minimum karena proses yang berlangsung adalah secara fisika (tidak terjadi reaksi kimia atau pirolisa).
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) saat ini tengah menjalin hubungan kerjasama penelitian peningkatan kualitas batubara peringkat rendah di Indonesia skala pilot plant dengan Pemerintah Jepang. Pilot plant ini merupakan hibah dari Pemerintah Jepang berdasarkan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang ESDM dengan Japan Coal Energy Center (JCOAL), Jepang yang disepakati pada 19 Juli 2001 dan akan berlangsung sampai 31 Maret 2005. Dokumen implementasinya akan ditandatangani setiap tahun antara Kerjasama Penelitian dan Pengembangan tekMIRA dengan JCOAL. Dalam pelaksanaan proyek ini, tekMIRA bekerjasama dengan BPPT.
Pilot plant UBC dengan kapasitas 5 ton per hari ini dibangun di Palimanan Cirebon, Jawa Barat bersebelahan dengan pabrik percontohan briket biobatubara.
Deskripsi Pilot Plant UBC
Pilot plant UBC terdiri dari 5 (lima) unit utama, yaitu penyiapan batubara (coal preparation), penghilangan air (slurry dewatering), pemisahan batubara-minyak (coal oil separation), pengambilan kembali minyak (oil recovery) dan pembuatan briket (briquetting). Proses UBC ini dilakukan dengan mencampurkan batubara dan minyak residu kemudian dipanaskan pada temperatur 140°C dengan tekanan hanya 350 kPa. Penambahan minyak residu dimaksudkan untuk menjaga kestabilan kadar air bawaan batubara pasca proses.
Batubara produk proses UBC dapat berupa serbuk/bongkah yang kemudian dibuat briket atau dalam bentuk slurry (CWM). Pilot plant UBC dirancang khusus untuk menghasilkan produk batubara dengan nilai kalor mencapai 6000 s/d 6500 kkal/kg dari batubara peringkat rendah yang mempunyai nilai kalor 3500 - 4500 kkal/kg, melalui teknik pengurangan kandungan air total dari 25 - 45% menjadi <5%. Estimasi sementara untuk biaya proses adalah $ 5 - 7/ton produk dengan biaya investasi sekitar $ 100 juta untuk kapasitas pabrik komersial 5.000 ton per hari. Dengan berhasilnya penelitian pilot plant ini, diharapkan batubara peringkat rendah yang merupakan cadangan terbesar dimiliki Indonesia (± 70% dari total cadangan 38,8 milyar ton) dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga mempunyai sifat menyerupai batubara peringkat tinggi (bituminous), yaitu jenis batubara yang ideal untuk diekspor. Dengan kata lain proses UBC dapat menyiapkan batubara yang sesuai dengan spesifikasi pasar, sehingga industri pertambangan batubara di Indonesia dapat terus tumbuh memberikan kontribusinya sebagai pemasok energi dalam negeri dan untuk meningkatkan ekspor di masa mendatang.